Nilai tentang kesepahaman dalam memandang sebuah masalah adalah dasar yang dapat dijadikan patokan untuk membangun hubungan yang harmonis antara Indonesia dan Malaysia.
“Kesepahaman menjadi hal penting dalam memulai hubungan Indonesia dan Malaysia serta memanajemen konflik yang ada untuk bisa membangun keseimbangan baru di masa yang akan datang,” kata peneliti LIPI Denis sopyan, di Yogyakarta..
Hubungan Indonesia dan Malaysia dalam beberapa tahun terakhir mengalami ketegangan dengan berbagai macam pemicu, dimulai dari perebutan Pulau Sipadan dan Ligitan, Blok Ambalat hingga konflik di bidang budaya termasuk klaim Malaysia atas kesenian reog, batik dan lagu Rasa Sayange.
Beberapa contoh yang dapat dilakukan kedua bangsa serumpun tersebut , menurut Rozi, adalah melakukan pengelolaan bersama dalam melakukan eksplorasi atau pengolahan sumber daya alam dan di bidang pariwisata.
Denis mengatakan, Blok Ambalat yang terletak di perbatasan Indonesia dan Malaysia yang kini dikelola Indonesia dengan pihak asing bisa dikelola bersama dengan Malaysia.
“Indonesia dan Malaysia bisa melakukan ‘joint sharing’ yang menguntungkan kedua belah pihak. Saat dikelola asing, Indonesia dirugikan dengan perbedaan kurs yang tajam dengan dolar, tetapi jika bekerjasama dengan Malaysia, perbedaan kurs bisa ditekan hampir separuhnya,” katanya.
Di bidang pariwisata, Indonesia dan Malaysia bisa memajukan pariwisata bersama-sama. “Misalnya dengan paket wisata terusan karena pariwisata dapat diibaratkan sebagai BBM yang tidak akan pernah habis,” kata Rozi.
Selain beberapa kerjasama tersebut, hubungan antara Indonesia dan Malaysia juga bisa semakin harmonis jika kedua bangsa mau meluruskan kekeliruan dalam mempersepsikan beberapa istilah seperti indon dan ganyang.
Bagi bangsa Indonesia, kata Demis, istilah Indon ditafsirkan sebagai kata yang melecehkan, begitu pula istilah ganyang bagi bangsa Malaysia, meski pada mulanya kata-kata tersebut dianggap biasa saja untuk kedua bangsa.
“Mungkin bisa dicari padanan baru untuk menggantikan kata-kata yang dirasa menyakitkan bagi kedua bangsa itu,” katanya.
Namun, hal utama yang terlebih dulu harus dilakukan untuk membina hubungan harmonis antarkedua bangsa ialah meningkatkan sumber daya manusia kedua bangsa. “Sehingga kedua bangsa ini bisa maju bersama,” kata dia.
Sebelumnya, Ana Nandhya Abrar, dosen Fisipol UGM mengisahkan pengalamannya saat menimba ilmu di negara tersebut, yaitu tentang bagaimana masyarakat Malaysia sulit memberikan apresiasi yang baik kepada masyarakat Indonesia, baik yang menjadi TKI maupun pelajar.
Menurut Abrar, hal tersebut dikarenakan Malaysia selama ini telah menikmati kesejahteraan namun mereka harus mengkonsumsi produk budaya Indonesia yang pada kenyataannya memiliki tingkat kesejahteraan di bawah Malaysia. “Perbedaan mendasar antara masyarakat Malaysia dan Indonesia adalah dari sisi ketaatan dan kreativitas,” katanya.
Masyarakat Malaysia adalah warga yang patuh pada peraturan, sedang Indonesia adalah masyarakat yang kreatif, bahkan kreatif untuk mencari celah dari peraturan.
Ia menegaskan, jika kedua kelebihan tersebut dapat saling ditukarkan dan masuk dalam sistem makna kehidupan, maka akan tercipta hubungan yang baik antarkedua negara.
“Malaysia menempatkan Indonesia sebagai manusia seutuhnya dan begitu pula dengan Indonesia memandang Malaysia untuk kemudian saling menghargai sehingga akhirnya berubah saling mencintai,” kata Abrar yang menyebutkan bahwa cinta adalah pengakuan tertinggi antarmanusia.
Jumat, 13 Maret 2009
Kesepahaman, Dasar Membangun Hubungan Harmonis Indonesia-Malaysia
Diposting oleh denis di 07.01
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar