Jakarta, Kamis
Menjejali anak dengan beragam les dan kursus, tidak menjamin anak otomatis jadi pandai. Yang terjadi bisa sebaliknya, anak kita frustrasi, bahkan bisa bunuh diri seperti dilakukan Lysher Loh Jia Hui, siswi SD berusia 10 tahun.
"PR lagi? Jangan dong Bu, saya 'kan sudah banyak PR dari sekolah," rengek Joshua kepada ibu guru lesnya. Terang saja ia keberatan. Dalam seminggu Joshua yang baru 10 tahun umurnya itu harus mengikuti empat macam les. Apalagi sekarang di sekolahnya ada jam tambahan pelajaran, sehingga ia jadi tidak punya waktu bermain. Akibatnya, di tempat les ia jadi sering berselisih dengan temannya. Begitu sensitif, digoda sedikit saja langsung marah. Di sekolah pun perhatian terhadap proses pengajaran menurun dan sering lupa bikin pekerjaan rumah (PR).
Dengan alasan kasih sayang, apa saja dilakukan orangtua agar anaknya sukses. Siapa sih orangtua yang tidak ingin anaknya jadi yang terbaik di sekolah dan punya masa depan cemerlang? Maka, tak heran kalau banyak orang- tua memaksa anak mengikuti berbagai les dan kegiatan. Namun, jika tidak diwaspadai, hal ini malah bisa menjadi bumerang.
Bumerang itu sempat menghantam balik orangtua Lysher Loh Jia Hui akibat ulah sendiri. Ini sebuah cerita tragis y ang menimpa Lysher (Siswi SD: Selamat Tinggal Sekolah, Selamat Tinggal Hidup; Koran Tempo, 23 Agustus 2001).
Siswi kelas empat SD berusia 10 tahun asal Singapura itu, mengakhiri hidupnya dengan terjun bebas dari sebuah apartemen di tingkat lima. Ia ditemukan terkapar tewas dengan mengenakan kaus oblong - celana pendek seragam sekolahnya. Siswi yang tergolong pintar di sekolah itu sangat terpukul ketika mendapat ranking ketiga.
Haus kasih sayang
" Keputusan untuk bunuh diri yang dilakukan anak sebenarnya adalah bentuk pernyataan bahwa mereka sesungguhnya membutuhkan pertolongan.
Coba simak buku harian bertanggal 1 Mei 2001 yang dibuat oleh almarhumah Lysher,
"Horeee! Ini hari buruh! Tak ada sekolah! Dan tahukah kamu apa artinya itu? Tak ada pekerjaan rumah! Saya sangat bahagia! Meskipun kangen juga pada guru-guru dan teman-teman, saya sungguh menikmati liburan sekolah ini, karena tak ada sekolah.
Sebenarnya tidak juga begitu. Saya pikir, yang jadi alasan utamanya adalah orangtuaku tidak bekerja, dan mereka berada di rumah bersama diriku! Kami dapat senang-senang, pergi keluar bersama-sama! Bukankah ini benar-benar hebat?"
Dari tulisannya, tampak Lysher merasa kesepian dan haus kasih sayang serta kehangatan dari orangtuanya.
Tanda-tanda bahwa Lysher mengalami stres berat sebenarnya dapat dideteksi orang tuanya. Sebelum kepergiannya, ia sering mengeluh ke pada ayahnya, bahwa ia punya PR. Setiap hari ia harus mengerjakan tiga pekerjaan rumah.
Sekitar 25 menit sebelum dijemput maut, ia sempat bertanya kepada pembantunya tentang ada tidaknya kemungkinan ia bisa membolos sekolah hari itu.
Mengikuti perkembangan zaman, para pelajar di sekolah dasar semakin banyak yang ikut kursus tambahan di luar pendidikan formal mereka. Anak-anak itu disuruh orangtua mereka untuk kursus bahasa Inggris, melukis, atau belajar piano. Sedangkan yang duduk di bangku SLTA juga harus ikut kursus tambahan untuk mempersiapkan ujian masuk perguruan tinggi.
Padahal mereka masih perlu bermain. Otak mereka belum dapat dibebani oleh hal-hal yang berat. Akibatnya, jumlah anak-anak yang melakukan bunuh diri akibat tekanan-tekanan itu semakin hari semakin bertambah. Mereka melompat dari gedung sekolah atau menggantung diri. Gagal menjalin hubungan dengan teman lain jenis pun dapat menjadi faktor utama bunuh diri. Konon, angka bunuh diri pada usia dewasa meningkat. Penyebabnya: menganggur.
Bila gairah belajar anak Anda mulai menurun, sulit berkonsentrasi, sering sakit, dan sebagainya, ada kemungkinan ia mengalami depresi belajar. Apalagi jika anak Anda sering menyebut-nyebut ingin bunuh diri atau telah ketahuan sekali pernah mencoba bunuh diri, maka harus ekstra waspada!
Ini pertanda anak Anda membutuhkan pertolongan tenaga profesional. Apa yang harus dilakukan oleh orang tua untuk mengatasi depresi belajar anak? Mungkin tip berikut dapat membantu.
Meningkatkan kecerdasan emosional
" Kepada anak diajarkan cara berpikir realistis dan optimistis, bahwa kadang kala nilai di sekolah dapat naik atau turun, seperti halnya kesehatan, kalau tidak dijaga, bisa turun.
Cara untuk mengajarkan berpikir realistis dan optimistis pada anak adalah membekalinya dengan kecerdasan emosional (EQ, Emotional Quotient) sejak dini. Supaya anak tidak memiliki masalah perilaku di usia dewasanya.
Penelitian Carroll Izard, Ph.D. dari University of Delaware di Newark menunjukkan, anak-anak yang sulit memahami perasaan-perasaan mereka dan orang lain, akan rentan terhadap masalah-masalah perilaku dan pembelajaran di usia lebih besar. Cara yang mudah untuk mengajarkan kecerdasan emosional misalnya dengan:
* Kartu emosi
Kartu buatan sendiri dengan gambar yang menunjukkan ekspresi wajah yang berbeda-beda yang bisa membantu anak mengenali macam-macam perasaan seperti marah atau kaget. Tanyakan pada anak Anda, kapan ia pernah merasakan hal yang sama.
* Curahan hati
Anda harus siap membuka diri bila anak ingin bercerita tentang sekolahnya. Anda harus mampu berempati terhadap masalahnya. Jika ia tidak suka bercerita, sering-seringlah bertanya setiap ia pulang sekolah. "Ada apa tadi di se-kolah?", "Ada yang nakal sama kamu?", "Kok, cemberut sih?", dan lainnya.
Bila kurang efektif, pancing anak agar bercerita. Caranya, menceriterakan pengalaman masa kecil Anda di sekolah, baik yang menyenangkan atau yang buruk. Mungkin hal itu akan merangsang anak untuk bercerita.
* Membaca dongeng atau buku bersama
Cari buku-buku yang fokus pada berbagai jenis perasaan, misalnya Chicken Soup for Kid's Soul. Pilihlah dongeng-dongeng yang memberikan pesan moral. Dari kisah-kisah itu anak akan mengetahui bahwa ada banyak orang yang juga mengalami masalah di sekolah atau di rumah. Selain itu, taburilah mereka dengan pesan-pesan moral dan nasihat menjalani hidup untuk meningkatkan kecerdasan moralnya.
* Bermain peran atau drama
Latihan memainkan kejadian-kejadian emosional bersama anak. Mi salnya, berpura-pura sakit, mendapat nilai ujian yang jelek, atau lainnya. Libatkan pula saudara dan teman-temannya. Mungkin saja, latihan ini bisa berguna bila anak harus mengikuti pentas drama di sekolah atau saat acara 17 Agustusan di perumahan.
* Libatkan anak dengan kegiatan olahraga atau Organisasi
Anak akan belajar bagai-mana bekerja sama dengan orang lain dan belajar bagai-mana memahami sikap teman-teman yang berbeda dengan dirinya. Bila memungkinkan, ajak mereka berkemah, ke gunung, hutan, atau pantai untuk melihat matahari terbit dan terbenam. Hal ini juga erat hubungannya untuk meningkatkan kecerdasan spiritual anak. Masjid, gereja, pura, candi dapat Anda manfaatkan untuk hal ini.
* Puji dan motivasilah anak
Bila anak mendapat nilai jelek, beri motivasi bahwa ia masih bisa mencapai nilai yang lebih baik besok atau ujian berikutnya. Anda pun jangan marah bila ia mendapat nilai buruk. Coba renungi apa yang salah, mungkin saja anak sedang stres atau sakit.
Pujilah, asal jangan berlebihan bila berhasil mencapai prestasi. Anak harus belajar bahwa dirinya memiliki kelebihan dan kekurangan. Jadi, tidak mungkin ia bisa pandai di semua pelajaran. Anak yang perfeksionis cenderung menjadi depresi dibandingkan dengan anak lain. Beri tahu pula mereka agar jangan takut berbuat salah. Karena pengalaman juga merupakan pelajaran berharga untuk menghadapi hidup.
* "Makanan" bekal melawan stres
Perbanyak sayur dan buah dalam menu putra-putri Anda. Kalau perlu, senantiasa suplai mereka dengan vitamin dan mineral penting untuk tubuh. Terutama vitamin C yang mujarab untuk menghalau stres dan vitamin B kompleks untuk meningkatkan kerja otak.
Bila anak merasa lelah, mengantuk, capek, atau bosan akan menyebabkan napasnya semakin perlahan. Pada saat demikian ia tidak dapat berpikir dengan jernih. Bila napas semakin perlahan, paru-paru tidak mampu menyediakan oksigen sesuai kebutuhan tubuh. Juga tidak mampu mengeluarkan karbondioksida secara efisien. Akhirnya, kadar karbondioksida dalam darah meningkat.
Bila karbondioksida berlebih, sinyal akan dikirim ke otak. Otak akan menyuruh paru-paru untuk mengambil napas panjang dan dalam, yaitu menguap. Oksigen akan terhirup dan karbond ioksida dikeluarkan sebanyak mungkin. Sediakan suasana belajar (jendela, kipas, dsb.) yang mendukung sirkulasi oksigen yang baik.
Selain itu, biasakan anak-anak untuk banyak minum air putih. Responden yang diteliti di Universitas Bristol di Inggris ternyata dapat menunjukkan prestasi 10% lebih baik di bidang numerik setelah minum segelas air dingin.
* Metode belajar efektif
Sebaiknya, ajari putra-putri kesayangan Anda metode belajar yang efektif sejak kecil. Bisa belajar dalam waktu singkat tetapi mampu menyerap pelajaran dengan lebih baik. Sekarang sudah banyak kursus yang menawarkan metode belajar efektif.
Metode belajar ini diadaptasi dari luar negeri. Biasanya, pada anak akan diajarkan cara menghapal dengan lebih mudah, memba ca lebih cepat, peta pikiran, dan kreativitas. Sebagai orangtua, Anda harus memilih kursus mana yang kurikulumnya paling cocok untuk anak. Kursus ini membutuhkan biaya cukup besar.
Satu hal penting, berilah mereka kasih sayang yang tulus. Kasih sayang juga merupakan obat ampuh untuk membantu anak menghadapi depresi belajarnya. Seperti dikatakan oleh Lysher, "Saya pikir, yang jadi keinginan utamaku adalah orangtuaku tidak bekerja, dan mereka berada di rumah bersama diriku! Kami dapat senang-senang, pergi keluar bersama-sama!"
Tragis bukan? Mulai sekarang, segera selamatkan putra-putri Anda dengan belaian kasih sayang!
Senin, 23 Maret 2009
Bebaskan si Kecil dari Depresi Belajar
Diposting oleh denis di 06.38 0 komentar
Menjadi Bangsa Berdaya
Domba? Adu domba. Kalau banteng? Oh, banteng biasa sudah langka, yang banyak banteng moncong putih. Indonesia mengalami metamorfosis menjadi animal farm.
Negara kambing hitam
Hewan paling favorit adalah kambing hitam. Kadang kala sangat menguntungkan bagi yang berkepentingan. Contohnya kekacauan di animal farm kita sekarang.
Bayangkan, seandainya di Indonesia ini tidak pernah terjadi tsunami Aceh, tidak ada busung lapar, demam berdarah, polio, flu burung, dan harga minyak bumi di pasaran internasional tidak mengamuk naik, matilah kita karena kambing hitam tidak laku. Sebab, siapa lagi yang mau disalahkan. Coba!
Kambing hitam paling perkasa kini adalah Amerika Serikat, Eropa, dan lain-lain. Awal-awal Orde Baru dulu, komunis menjadi kambing hitam terbesar dan laku dijual. Kini kalau ada bom meletus, mesti Amerika yang mau mengadu domba.
Negara-negara ASEAN, seperti Vietnam, Laos, Kamboja, dan Filipina senasib dengan Indonesia. Vietnam itu baru selesai perang. Namun, perangnya itu bukan dengan Belanda yang mengirimkan KNIL, melainkan Amerika Serikat yang mengirimkan B-52 dan bom napalm. Vietnam itu hancur luluh. Kini dia bangkit. Pada SEA Games 2005, Vietnam menduduki tempat ketiga. Lima tahun yang lalu Vietnam sudah memiliki sarjana fisika bergelar PhD sebanyak 15.000 orang. Bayangkan, fisikawan saja 15.000 orang, sedangkan sejarahnya diwarnai penuh pergolakan. Sebentar lagi ia menjadi singa ekonomi.
Hal lain lagi, harga minyak pernah mencapai 70 dollar AS/barrel. Vietnam tidak punya minyak sama sekali, tetapi tidak merengek-rengek seperti bangsa Indonesia dengan menipu bangsa sendiri. Mereka tidak mencoba menyihir minyak bumi menjadi kambing hitam. Namun, mereka berpikir, mengerahkan segala daya upaya, mengatur taktik dan strategi berjangka panjang, serta berpikir jauh ke depan. Tidak mencoba mencari jalan pintas dengan menunggang kambing hitam.
Apa yang dimiliki negara-negara ASEAN lain yang tidak kita punyai? Penduduk Malaysia itu sepertiganya Melayu, sepertiga lagi keturunan India, selebihnya keturunan China. Keturunan India dan keturunan China lebih besar jumlahnya dari Melayu. Mereka itu rajin, hemat, suka menabung, dan kerja keras; mereka itu yang membuat Malaysia maju.
Kenapa kita miskin?
Kenapa bangsa-bangsa ASEAN lain maju, sedangkan bangsa Indonesia itu miskin dan ketinggalan dalam banyak hal?
Hal ini banyak diperdebatkan oleh banyak ahli. Berbicara tentang soal ini tak habis-habisnya. Singkatnya, beberapa ciri dapat dikemukakan sebagai prasyarat kemajuan, antara lain:
1. Berpegang pada prinsip-prinsip etika yang kuat;
2. Berdisiplin tinggi;
3. Bertanggung jawab (accountable);
4. Menghormati hukum dan peraturan;
5. Menghargai hak warga lain;
6. Senang bekerja ('Kerja itu Mulia);
7. Bekerja keras untuk dapat menabung dan berinvestasi;
8. Berkemauan untuk bertindak hebat;
9. Menghargai waktu;
10. Betul-betul memanfaatkan sains dan teknologi.
Ini yang disebut sepuluh prasyarat untuk maju, sejahtera, dan kaya.
Sobirin dkk (2005) mengatakan, bangsa Indonesia itu miskin karena tidak memiliki sikap dan tidak memiliki kemauan untuk melaksanakan serta mengajarkan prinsip-prinsip fungsional dari masyarakat maju dan kaya.
Salah satu sikap dan kebiasaan yang sangat perlu dipupuk sejak kecil adalah kebiasaan menabung. Kita lihat sewaktu krisis moneter menerpa beberapa negara Asia di tahun 1997, Thailand, Korea Selatan, dan Taiwan cepat bangkit kembali karena mereka punya tabungan yang besar.
Pada saat ini cadangan devisa RRC sudah mencapai 769 miliar dollar AS, Hongkong 122 miliar; sementara Indonesia cuma 31,2 miliar (The Economist, 10/12/2005). Negara-negara seperti RRC, India, Korea Selatan, Jepang, Singapura, Taiwan, dan Hongkong semuanya dicirikan oleh tabungan yang besar.
Bangsa Indonesia itu boros, sangat boros, tidak suka menabung, complacent (cepat puas diri dan menjadi lengah), suka menganggap semua masalah itu enteng dan mudah (taking things easy); hanya puas dengan formalitas saja (jika ada masalah antara dua kelompok masyarakat, masalah tersebut diselesaikan dengan acara yang sangat formal dan superfisial, seperti menandatangani piagam bersama atau doa bersama tanpa mencoba mengerti dan memecahkan masalah dasarnya).
Semasa Orde Baru muncul sikap arogan dan berkeyakinan bahwa kita bangsa super: paling beragama dan paling rukun; paling luhur budi pekertinya, paling ramah, Tanah Air kita paling kaya, paling indah; UUD-45 itu adalah suatu masterpiece (tanpa menyadari bahwa UUD-45 tidak lain dari jiplakan konstitusi Belanda tahun 1814).
Langkah ke depan
Sekarang kita terpuruk menjadi salah satu negara paling korup di dunia; dikenal sebagai negara paling birokratik (in the worse sense), pegawai pemerintahan hanya tabu memeras/minta uang jasa saja; jiwa dan semangat melayani masyarakat tidak ada pada birokrasi pemerintahan. Ini yang perlu dirombak secara total. Dari jiwa pemeras menjadi jiwa pelayan masyarakat. Pegawai negeri kita, terutama yang di atas, dikatakan paling arogan dan manja (tas sekecil apa pun, sampai ke kacamata saja harus dibawakan ajudannya), sementara pemimpin negara-negara maju lain tidak berbuat seperti itu.
Padahal, kita bukan apa-apa. Ini diakui dulu. Namun, kita harus sadar bahwa kita mempunyai banyak hal yang dapat membuat kita menjadi barigsa yang mandiri, berdaya, dan jaya asal saja kita jujur (kenal diri kita). Kita mempunyai tradisi dan budaya yang dapat dikembangkan. Ketahuilah, kita mendiami suatu Tanah Air berupa suatu benua maritim yang amat strategik. Benua maritim Indonesia itu dicirikan oleh keanekaragaman yang amat besar, yakni bio-geo-ethno-socio-cultural diversity. Keanekaragaman itu dapat dijadikan modal dan tempat berpijak awal untuk berkembang.
Jika itu yang dikembangkan, Indonesia akan menjadi suatu pusat penelitian ilmiah dunia dalam ilmu-ilmu pengetahuan alam. Itu yang dilakukan oleh orang-orang Belanda, Jerman, Perancis, dan lain-lain. Mereka meneliti kekhasan kepulauan Indonesia dan menjadi ilmuan ternama, seperti Vening Meinesz, Umbgrove, Kuenen, Du Bois, Weidenreich, Von Koeningswald, Eijkrnan, dan Wallace. Itu jauh lebih besar nilainya dari sumber daya minyak, gas, dan batubara karena sumber daya alam itu suatu waktu akan habis.
Pengetahuan yang dikembangkan untuk mengembangkan sumber daya alam itu tak habis dipakai, bahkan semakin bertambah. Itu, perbedaan antara sumber daya alam dan pengetahuan. Semakin banyak dipakai, pengetahuan itu kian berkembang, sumber daya yang tak habis-habisnya.
Negara-negara maju berteriak "sumber daya alam tidak penting lagi, yang penting kemampuan teknologi'. Sikap kita seharusnya sebagai berikut: Kita kembangkan teknologi sambil kita kembangkan sumber daya alam dan lingkungan alam yang ada di sekitar kita secara optimum. Jangan sekali-kali kita berkata, "sumber daya alam tidak penting lagi". Jangan sekali-kali! Bersyukurlah bahwa kita masih punya sumber daya alam yang "sedikit" itu.
Di Indonesia sangat sukar berbicara tentang hewan-hewan yang dulu lazim banyak terlihat berkeliaran di sekeliling kita. Ini dikarenakan wabah flu-setan. Misalnya sapi, kambing, kelinci, domba, dan banteng. Sebab, sapi sudah berubah menjadi sapi perah; kambing menjadi kambing hitam; kelinci menjadi kelinci percobaan.
Kita harus tahu dengan sebenar-benarnya apa yang kita miliki, apa yang tidak kita miliki. Itu perlu pengetahuan, perlu sains, dan perlu teknologi. Kita harus belajar menjadi anggota masyarakat dunia karena kita hidup di Bumi.
Kita harus insaf. Abad ke-21 ini sarat dan kental dengan sains dan teknologi. Masyarakat manusia memasuki kultur abad ke-21 di mana muncul modal dan industri virtual (maya); reduksionisme digantikan oleh sinergisme yang tinggi; fraktal dan kompleksitas menggantikan pikiran-pikiran yang linier dan geometrikal. Perubahan itu tidak menunggu kita.
Diposting oleh denis di 06.35 0 komentar
Selasa, 17 Maret 2009
Artikel ,,Tenaga Surya Membunuh Bakteri Dalam Air,,
Ilmuwan telah mengembangkan teknik-teknik dekontaminasi air dengan tenaga surya dalam upaya untuk mengurangi penyebaran penyakit-penyakit asal air di negara-negara berkembang.
Disinfeksi air dengan tenaga surya merupakan sebuah cara yang sederhana untuk membunuh bakteri dalam air. Metode ini digunakan oleh rumahtangga-rumahtangga di negara-negara berkembang dimana ketersediaan air minum yang aman cukup langka. Mereka mengisi botol-botol plastik dengan air dan menjemurnya di bawah sinar matahari, dimana radiasi UV dan suhu air yang meningkat membunuh bakteri dalam enam jam. Tetapi metode ini memerlukan sinar matahari yang kuat dan volume air yang bisa disterilkan terbatas.
Kevin McGuigan dari The Royal College of Surgeons di Irlandia, Dublin, dan rekan-rekannya menyelidiki disinfeksi air yang terkontaminasi Escherichia coli dengan menggunakan tenaga surya dalam reaktor-reaktor aliran volume besar. Sebuah pompa mensirkulasi air antara sebuah tangki penampung dan sebuah tabung kaca yang dikelilingi oleh penangkap sinar matahari yang memfokuskan energi matahari ke dalam tabung. Mereka menemukan bahwa penonaktifan E. coli tergantung pada total dosis sinar matahari bukan pada intensitas cahayanya. Mereka juga menunjukkan bahwa reaktor-reaktor ini bisa menjadi tidak efektif karena bakteri mendapatkan dosis radiasi yang tidak kontinyu ketika bakteri-bakteri tersebut mengalir antara tangki penampung yang tidak terkena cahaya dengan tabung yang terkena cahaya. Jika bakteri tidak dinonaktifkan secara sempurna oleh sinar matahari, maka keadaan tidak terkena cahaya akan memberi waktu bagi bakteri-bakteri ini untuk pulih dari kerusakan akibat radiasi, sehingga menjadikan mereka lebih resisten ketika disinari ulang.
Sinar matahari digunakan untuk disinfeksi air dalam botol-botol plastik tetapi jumlah air yang bisa disterilkan terbatas.
“Bagi saya, signifikansi utama dari penelitian ini adalah bahwa metode-metode ini bisa menjadi efektif, tetapi penghitungan ulang aliran dalam reaktor disinfeksi surya harus dirancang dengan cermat untuk menghindari kemungkinan terbentuknya sub-populasi patogen resisten yang tetap bertahan akibat keterpaparan sinar matahari yang tidak lengkap,” kata McGuigan.
“Penelitian ini merupakan sebuah kontribusi penting yang menunjukkan kelebihan dan kekurangan potensial dari disinfeksi dengan sinar matahari, tergantung pada tipe reaktor cahaya surya dan cara operasi,” tanggap Cesar Pulgarin, seorang ahli di bidang proses dekontaminasi biologis di Swiss Federal Institute of Technology di Lausanne, Switzerland. “Ini juga merupakan upaya pertama untuk menilai dosis UV minimum yang diperlukan untuk penonaktifan bakteri secara sempurna dengan disinfeksi tenaga surya.”
WHO memperkirakan bahwa lebih dari satu milyar orang kekurangan akses terhadap air minum yang aman, yang menghasilkan jutaan kematian setiap tahun akibat penyakit-penyakit terkait air seperti diare. McGuigan mengatakan dia berencana memperkenalkan teknologi reaktor alir ini di negara-negara berkembang, dimana dia berharap ini bisa memberikan bantuan darurat bagi komunitas-komunitas yang dilanda kelaparan, banjir, dan peperangan.
Diposting oleh denis di 06.02 0 komentar
ArtikeL ,,Zat Aditif Makanan Mempromosikan Regenerasi Jaringan,,
Ilmuwan di Singapura telah membuat suatu hidrogel terinjeksikan yang bisa digunakan untuk meregenerasi tulang rawan pada pasien-pasien yang cedera.
Dong-an Wang dan rekan-rekannya di Nanyang Technological University memodifikasi gellan gum, salah satu zat aditif makanan dari polisakarida yang banyak digunakan, untuk mentransformnya menjadi sebuah hidrogen pembawa sel. Larutan-larutan hidrogel yang mengandung sel bisa diinjeksikan ke dalam tempat-tempat target dalam tubuh, dimana mereka kemudian mendingin membentuk gel-gel pemuat sel yang mendorong regenerasi jaringan. Tetapi gellan membentuk sebuah hidrogel pada suhu yang lebih tinggi dari suhu badan dan karena itulah sampai sekarang, tidak cocok digunakan untuk restrukturisasi jaringan karena tidak bisa diinjeksikan sebagai sebuah larutan.
Wang secara kimiawi memotong molekul-molekul gellan untuk mengurangi ukurannya. Dia menemukan bahwa molekul yang lebih pendek membentuk sebuah hidrogel ketika berada pada suhu dibawah suhu badan. Wang memasukkan sel ke dalam gel ini dan memantau kemampuannya untuk mempromosikan regenerasi jaringan secara in vitro. Gel-gel yang berbasis gellan ini lebih cepat dalam mempromosikan pertumbuhan tulang-rawan dibanding gel agarosa, yang banyak digunakan dalam regenerasi jaringan.
Sejauh ini, Wang baru menguji gel ini secara in vitro tetapi dia memprediksikan bahwa teknologi ini dapat diaplikasikan pada pasien. “Kami percaya sistem perancah (scaffolding) kami ini menjanjikan untuk menjembatani kesenjangan yang ada sekarang ini” kata dia. “Seseorang bisa mempertimbangkan sebuah larutan gellan pembawa sel yang sedang diinjeksikan ke dalam bagian tubuh target yang berbentuk acak, dengan membentuk gel-gel secara in situ yang mengkapsul sel-sel terapeutik yang bekerja pada regenerasi jaringan.” Wang mengatakan dia juga berencana untuk meneliti sifat-sifat degradasi dari gellan yang termodifikasi.
Apabila gel gellan termodifikasi dimasukkan dengan sel, ia akan mempromosikan pertumbuhan tulang rawan lebih cepat dibanding gel agarosa.
“Banyak pendekatan yang digunakan untuk meregenerasi jaringan tulang-rawan di klinik telah gagal,” komentar matthias Lutolf, yang meneliti interfase antara rekayasa biomolekuler dan biologi sel stem dewasa di Swiss Federal Institute of Tecnology, Lausanne. “Sangat menarik untuk dinantikan bagaimana teknologi ini berfungsi dengan skenario in vivo yang lebih relevan, misalnya pada model kelinci.”
Diposting oleh denis di 05.49 0 komentar
Jumat, 13 Maret 2009
Perbandingan Budaya Indonesia dan Jepang
1. Apakah perbandingan budaya itu ?
Budaya adalah kristalisasi nilai dan pola hidup yang dianut suatu komunitas. Budaya tiap komunitas tumbuh dan berkembang secara unik, karena perbedaan pola hidup komunitas itu. Perbandingan budaya Jepang dan Indonesia berarti mencari nilai-nilai kesamaan dan perbedaan antara bangsa Indonesia dan bangsa Jepang. Dengan mengenali persamaan dan perbedaan kedua budaya itu, kita akan semakin dapat memahami keanekaragaman pola hidup yang ada, yang akan bermanfaat saat berkomunikasi dan berinteraksi dengan pihak yang berasal dari budaya yang berbeda.
Kesulitan utama dalam membuat perbandingan budaya antara Indonesia dan Jepang disebabkan perbedaan karakteristik kedua bangsa tersebut. Bangsa Jepang relatif homogen, dan hanya memiliki sekitar 15 bahasa (tidak berarti 15 suku bangsa, karena termasuk didalamnya sign language untuk tuna rungu), dan telah memiliki sejarah yang jauh lebih panjang, sehingga nilai-nilai budaya itu lebih mengkristal. Adapun bangsa Indonesia berciri heterogen, multi etnik, memiliki lebih dari 700 bahasa, sehingga tidak mudah untuk mencari serpih-serpih budaya yang mewakili Indonesia secara nasional[1]. Perlu dipisahkan nilai-nilai mana yang diterima secara nasional di Indonesia, dan mana yang merupakan karakter unik salah satu suku yang ada.
Bahasan dalam makalah ini dibatasi pada perbandingan budaya Indonesia dan Jepang dari segi-segi sbb. : “nama dan tanda tangan”, “cara pemakaian gesture untuk penghormatan kepada yang lebih tua/dihormati”.
2. Tradisi Pemilihan Nama dan Tanda Tangan
2.1 Tradisi penamaan di Jepang
Nama di Jepang terdiri dari dua bagian : family name dan first name. Nama ini harus dicatatkan di kantor pemerintahan (kuyakusho), selambat-lambatnya 14 hari setelah seorang bayi dilahirkan. Semua orang di Jepang kecuali keluarga kaisar, memiliki nama keluarga. Tradisi pemakaian nama keluarga ini berlaku sejak jaman restorasi Meiji, sedangkan di era sebelumnya umumnya masyarakat biasa tidak memiliki nama keluarga. Sejak restorasi meiji, nama keluarga menjadi keharusan di Jepang. Dewasa ini ada sekitar 100 ribu nama keluarga di Jepang, dan diantaranya yang paling populer adalah Satou dan Suzuki. Jika seorang wanita menikah, maka dia akan berganti nama keluarga, mengikuti nama suaminya. Namun demikian, banyak juga wanita karir yang tetap mempertahankan nama keluarganya. Dari survey yang dilakukan pemerintah tahun 1997, sekitar 33% dari responden menginginkan agar walaupun menikah, mereka diizinkan untuk tidak berganti nama keluarga [2]. Hal ini terjadi karena pengaruh struktur masyarakat yang bergeser dari konsep “ie”(家) dalam tradisi keluarga Jepang. Semakin banyak generasi muda yang tinggal di kota besar, sehingga umumnya menjadi keluarga inti (ayah, ibu dan anak), dan tidak ada keharusan seorang wanita setelah menikah kemudian tinggal di rumah keluarga suami. Tradisi di Jepang dalam memilih first name, dengan memperhatikan makna huruf Kanji, dan jumlah stroke, diiringi dengan harapan atau doa bagi kebaikan si anak.
2.2 Tradisi penamaan di Indonesia
Adapun masyarakat di Indonesia tidak semua suku memiliki tradisi nama keluarga. Masyarakat Jawa misalnya, tidak memiliki nama keluarga. Tetapi suku di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi memiliki nama keluarga. Dari nama seseorang, kita dapat memperkirakan dari suku mana dia berasal, agama apa yang dianut dsb. Berikut karakteristik nama tiap suku di Indonesia
* Suku Jawa (sekitar 45% dari seluruh populasi) : biasanya diawali dengan Su (untuk laki-laki) atau Sri (untuk perempuan), dan memakai vokal “o”. Contoh : Sukarno, Suharto, Susilo, Joko, Anto, Sri Miranti, Sri Ningsih.
* Suku Sunda(sekitar 14% dari seluruh populasi) : banyak yang memiliki perulangan suku kata. Misalnya Dadang, Titin, Iis, Cecep
* Suku Batak : beberapa contoh nama marga antara lain Harahap, Nasution.
* Suku Minahasa : beberapa contoh nama marga antara lain Pinontoan, Ratulangi.
* Suku Bali : Ketut, Made, Putu, Wayan dsb. Nama ini menunjukkan urutan, bukan merupakan nama keluarga.
Selain nama yang berasal dari tradisi suku, banyak nama yang diambil dari pengaruh agama. Misalnya umat Islam : Abdurrahman Wahid, Abdullah, dsb. Sedangkan umat Katolik biasanya memakai nama baptis : Fransiskus, Bonivasius, Agustinus, dsb.
2.3 Perbandingan kedua tradisi
Persamaan antara kedua tradisi
Baik di Jepang maupun di Indonesia dalam memilih nama (first name) sering memilih kata yang mensimbolkan makna baik, sebagai doa agar si anak kelak baik jalan hidupnya. Khusus di Jepang, banyaknya stroke kanji yang dipakai juga merupakan
salah satu pertimbangan tertentu dalam memilih huruf untuk anak. Umumnya laki-laki di Jepang berakhiran “ro” (郎), sedangkan perempuan berakhiran “ko” (子)
Perbedaan antara kedua tradisi sbb.
1. Di Jepang, nama keluarga dimasukkan dalam catatan sipil secara resmi, tetapi di Indonesia nama keluarga ini tidak dicatatkan secara resmi di kantor pemerintahan. Nama family/marga tidak diperkenankan untuk dicantumkan di akta kelahiran
2. Di Jepang setelah menikah seorang wanita akan berganti nama secara resmi mengikuti nama keluarga suaminya. Sedangkan di Indonesia saat menikah, seorang wanita tidak berganti nama keluarga. Tapi ada juga yang nama keluarga suami dimasukkan di tengah, antara first name dan nama keluarga wanita, sebagaimana di suku Minahasa. Di Indonesia umumnya setelah menikah nama suami dilekatkan di belakang nama istri. Misalnya saja Prio Jatmiko menikah dengan Sri Suwarni, maka istri menjadi Sri Suwarni Jatmiko. Tetapi penambahan ini tidak melewati proses legalisasi/pencatatan resmi di kantor pemerintahan.
3. Huruf Kanji yang bisa dipakai untuk menyusun nama anak di Jepang dibatasi oleh pemerintah (sekitar 2232 huruf, yang disebut jinmeiyo kanji), sedangkan di Indonesia tidak ada pembatasan resmi untuk memilih kata yang dipakai sebagai nama anak
2.4 Pengalaman unik yang timbul akibat perbedaan budaya
Bagi orang Indonesia yg datang di Jepang, saat registrasi, misalnya membuat KTP sering ditanya mana yang family name, dan mana yang first name. Hampir setiap saat saya harus selalu menjelaskan perbedaan tradisi antara Indonesia dan Jepang, bahwa di Indonesia tidak ada keharusan memiliki family name. Umumnya hal ini dapat difahami dan tidak menimbulkan masalah. Tetapi adakalanya kami harus menentukan satu nama sebagai family name, misalnya saat menulis paper (artikel ilmiah resmi), atau untuk kepentingan pekerjaan. Saat itu saya terpaksa memakai nama “Nugroho” sebagai family name agar tidak mempersulit masalah administrasi. Demikian juga saat anak saya lahir, kami beri nama Kartika Utami Nurhayati. Nama anak saya walaupun panjang tidak ada satu pun yang merupakan nama keluarga. Tetapi saat registrasi, pihak pemerintah Jepang (kuyakusho) meminta saya untuk menetapkan satu nama yang dicatat sebagai keluarga, karena kalau tidak akan sulit dalam pengurusan administrasi asuransi. Akhirnya nama “Nurhayati” yang letaknya paling belakang saya daftarkan sebagai nama keluarga. Bagi orang Jepang hal ini akan terasa aneh, karena dalam keluarga kami tidak ada yang memiliki nama keluarga yang sama.
Masih berkaitan dengan nama, adalah masalah tanda tangan dan inkan (stempel). Di Indonesia dalam berbagai urusan adminstrasi formal sebagai tanda pengesahan, tiap orang membubuhkan tanda tangan. Tanda tangan ini harus konstan. Banyak orang yang memiliki tanda tangan berasal dari inisial nama, tetapi dengan cara penulisan yang unik yang membedakan dengan orang lain yang mungkin memiliki nama sama. Tanda tangan ini juga yang harus dibubuhkan di paspor saat seorang Indonesia akan berangkat ke Jepang. Tetapi begitu tiba di Jepang, tanda tangan yang semula memiliki peran penting, menjadi hilang perananannya. Tanda tangan di Jepang tidak memiliki kekuatan formal. Tradisi masyarakat Jepang dalam membubuhkan tanda tangan adalah dengan memakai inkan (stempel). Biasanya inkan ini bertuliskan nama keluarga. Ada beberapa jenis inkan yang dipakai di Jepang. Antara lain :
1. “Mitomein” (認印) dipakai untuk keperluan sehari-hari yang tidak terlalu penting, misalnya saat menerima barang kiriman, mengisi aplikasi.
2. “Jitsuin” (実印) dipakai untuk keperluan penting, seperti membeli rumah, membeli mobil. Inkan tipe ini harus dicatatkan di kantor pemerintahan.
3. “Ginkoin” (銀行印) dipakai untuk membuka rekening di bank
“Jitsuin” dan “ginkoin” sangat jarang dipakai dan harus disimpan baik-baik. Karena kalau hilang akan menimbulkan masalah serius dalam bisnis.
Bagi orang asing saat masuk ke Jepang harus membuat inkan. Untuk membuat rekening bank, kita tidak boleh memakai tanda tangan, dan harus memakai inkan. Kecuali yubinkyoku masih membolehkan pemakaian tanda tangan. Karena tidak punya kebiasaan tanda tangan, banyak maka orang Jepang kalau diminta untuk menanda tangan (di paspor misalnya), umumnya mereka menuliskan nama lengkap mereka dalam huruf kanji. Barangkali karena inilah maka kalau saya diminta seorang petugas pengiriman barang, untuk membubuhkan tanda tangan sebagai bukti terima, dia berkata “tolong tuliskan nama lengkap anda”, padahal itu di kolom signature. Sepertinya untuk mereka, tanda tangan sama dengan menulis nama lengkap.
3. Pemakaian gesture/gerak tubuh untuk memberikan penghormatan dan kasih sayang
Salah satu topik menarik untuk dibahas adalah bagaimana memakai bahasa tubuh untuk mengungkapkan penghormatan. Jepang dan Indonesia memiliki cara berlainan dalam mengekspresikan terima kasih, permintaan maaf, dsb.
Ojigi
Dalam budaya Jepang ojigi adalah cara menghormat dengan membungkukkan badan, misalnya saat mengucapkan terima kasih, permintaan maaf, memberikan ijazah saat wisuda, dsb. Ada dua jenis ojigi : ritsurei (立礼) dan zarei (座礼). Ritsurei adalah ojigi yang dilakukan sambil berdiri. Saat melakukan ojigi, untuk pria biasanya sambil menekan pantat untuk menjaga keseimbangan, sedangkan wanita biasanya menaruh kedua tangan di depan badan. Sedangkan zarei adalah ojigi yang dilakukan sambil duduk. Berdasarkan intensitasnya, ojigi dibagi menjadi 3 : saikeirei (最敬礼), keirei (敬礼), eshaku (会釈). Semakin lama dan semakin dalam badan dibungkukkan menunjukkan intensitas perasaan yang ingin disampaikan. Saikeirei adalah level yang paling tinggi, badan dibungkukkan sekitar 45 derajat atau lebih. Keirei sekitar 30-45 derajat, sedangkan eshaku sekitar 15-30 derajat. Saikeirei sangat jarang dilakukan dalam keseharian, karena dipakai saat mengungkapkan rasa maaf yang sangat mendalam atau untuk melakukan sembahyang. Untuk lebih menyangatkan, ojigi dilakukan berulang kali. Misalnya saat ingin menyampaikan perasaan maaf yang sangat mendalam. Adapun dalam budaya Indonesia, tidak dikenal ojigi.
Jabat tangan
Tradisi jabat tangan dilakukan baik di Indonesia maupun di Jepang melambangkan keramahtamahan dan kehangatan. Tetapi di Indonesia kadang jabat tangan ini dilakukan dengan merangkapkan kedua tangan. Jika dilakukan oleh dua orang yang berlainan jenis kelamin, ada kalanya tangan mereka tidak bersentuhan. Letak tangan setelah jabat tangan dilakukan, pun berbeda-beda. Ada sebagian orang yang kemudian meletakkan tangan di dada, ada juga yang diletakkan di dahi, sebagai ungkapan bahwa hal tersebut tidak semata lahiriah, tapi juga dari batin.
Cium tangan
Tradisi cium tangan lazim dilakukan sebagai bentuk penghormatan dari seorang anak kepada orang tua, dari seorang awam kepada tokoh masyarakat/agama, dari seorang murid ke gurunya. Tidak jelas darimana tradisi ini berasal. Tetapi ada dugaan berasal dari pengaruh budaya Arab. Di Eropa lama, dikenal tradisi cium tangan juga, tetapi sebagai penghormatan seorang pria terhadap seorang wanita yang bermartabat sama atau lebih tinggi. Dalam agama Katolik Romawi, cium tangan merupakan tradisi juga yang dilakukan dari seorang umat kepada pimpinannya (Paus, Kardinal). Di Jepang tidak dikenal budaya cium tangan.
Cium pipi
Cium pipi biasa dilakukan di Indonesia saat dua orang sahabat atau saudara bertemu, atau sebagai ungkapan kasih sayang seorang anak kepada orang tuanya dan sebaliknya. Tradisi ini tidak ditemukan di Jepang.
Sungkem
Tradisi sungkem lazim di kalangan masyarakat Jawa, tapi mungkin tidak lazim di suku lain. Sungkem dilakukan sebagai tanda bakti seorang anak kepada orang tuanya, seorang murid kepada gurunya. Sungkem biasa dilakukan jika seorang anak akan melangsungkan pernikahan, atau saat hari raya Idul Fitri (bagi muslim), sebagai ungkapan permohonan maaf kepada orang tua, dan meminta doa restunya.
Baik budaya Jepang maupun Indonesia memiliki keunikan tersendiri dalam mengekspresikan rasa hormat, rasa maaf. Jabat tangan adalah satu-satunya tradisi yang berlaku baik di Jepang maupun Indonesia. Kesalahan yang sering terjadi jika seorang Indonesia baru mengenal budaya Jepang adalah saat melakukan ojigi, wajah tidak ikut ditundukkan melainkan memandang lawan bicara. Hal ini mungkin terjadi karena terpengaruh gaya jabat tangan yang lazim dilakukan sambil saling berpandangan mata. Kesalahan lain yang juga sering terjadi adalah mencampurkan ojigi dan jabat tangan. Hal ini juga kurang tepat dipandang dari tradisi Jepang.
4. Penutup
Perbandingan budaya antara Indonesia dan Jepang bermanfaat untuk mengetahui pola berfikir bangsa Indonesia dan bangsa Jepang. Salah satu kesulitan utamanya adalah perbedaan karakteristik kedua bangsa: bangsa Jepang relatif homogen, sedangkan bangsa Indonesia sangat heterogen. Karenanya, perbandingan akan lebih mudah jika difokuskan pada satu suku bangsa di Indonesia. Misalnya budaya Jepang dengan budaya Jawa Tengah, atau budaya Jepang dengan budaya Sunda. Hal ini menggiring kita pada pertanyaan berikutnya : apakah bangsa Indonesia memiliki budaya nasional ? Ataukah budaya nasional itu tidak lain adalah kumpulan dari warna-warni budaya suku bangsa kita ? Ini merupakan pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab, dan menarik untuk dianalisa lebih lanjut.
Diposting oleh denis di 07.18 0 komentar
Kesepahaman, Dasar Membangun Hubungan Harmonis Indonesia-Malaysia
Nilai tentang kesepahaman dalam memandang sebuah masalah adalah dasar yang dapat dijadikan patokan untuk membangun hubungan yang harmonis antara Indonesia dan Malaysia.
“Kesepahaman menjadi hal penting dalam memulai hubungan Indonesia dan Malaysia serta memanajemen konflik yang ada untuk bisa membangun keseimbangan baru di masa yang akan datang,” kata peneliti LIPI Denis sopyan, di Yogyakarta..
Hubungan Indonesia dan Malaysia dalam beberapa tahun terakhir mengalami ketegangan dengan berbagai macam pemicu, dimulai dari perebutan Pulau Sipadan dan Ligitan, Blok Ambalat hingga konflik di bidang budaya termasuk klaim Malaysia atas kesenian reog, batik dan lagu Rasa Sayange.
Beberapa contoh yang dapat dilakukan kedua bangsa serumpun tersebut , menurut Rozi, adalah melakukan pengelolaan bersama dalam melakukan eksplorasi atau pengolahan sumber daya alam dan di bidang pariwisata.
Denis mengatakan, Blok Ambalat yang terletak di perbatasan Indonesia dan Malaysia yang kini dikelola Indonesia dengan pihak asing bisa dikelola bersama dengan Malaysia.
“Indonesia dan Malaysia bisa melakukan ‘joint sharing’ yang menguntungkan kedua belah pihak. Saat dikelola asing, Indonesia dirugikan dengan perbedaan kurs yang tajam dengan dolar, tetapi jika bekerjasama dengan Malaysia, perbedaan kurs bisa ditekan hampir separuhnya,” katanya.
Di bidang pariwisata, Indonesia dan Malaysia bisa memajukan pariwisata bersama-sama. “Misalnya dengan paket wisata terusan karena pariwisata dapat diibaratkan sebagai BBM yang tidak akan pernah habis,” kata Rozi.
Selain beberapa kerjasama tersebut, hubungan antara Indonesia dan Malaysia juga bisa semakin harmonis jika kedua bangsa mau meluruskan kekeliruan dalam mempersepsikan beberapa istilah seperti indon dan ganyang.
Bagi bangsa Indonesia, kata Demis, istilah Indon ditafsirkan sebagai kata yang melecehkan, begitu pula istilah ganyang bagi bangsa Malaysia, meski pada mulanya kata-kata tersebut dianggap biasa saja untuk kedua bangsa.
“Mungkin bisa dicari padanan baru untuk menggantikan kata-kata yang dirasa menyakitkan bagi kedua bangsa itu,” katanya.
Namun, hal utama yang terlebih dulu harus dilakukan untuk membina hubungan harmonis antarkedua bangsa ialah meningkatkan sumber daya manusia kedua bangsa. “Sehingga kedua bangsa ini bisa maju bersama,” kata dia.
Sebelumnya, Ana Nandhya Abrar, dosen Fisipol UGM mengisahkan pengalamannya saat menimba ilmu di negara tersebut, yaitu tentang bagaimana masyarakat Malaysia sulit memberikan apresiasi yang baik kepada masyarakat Indonesia, baik yang menjadi TKI maupun pelajar.
Menurut Abrar, hal tersebut dikarenakan Malaysia selama ini telah menikmati kesejahteraan namun mereka harus mengkonsumsi produk budaya Indonesia yang pada kenyataannya memiliki tingkat kesejahteraan di bawah Malaysia. “Perbedaan mendasar antara masyarakat Malaysia dan Indonesia adalah dari sisi ketaatan dan kreativitas,” katanya.
Masyarakat Malaysia adalah warga yang patuh pada peraturan, sedang Indonesia adalah masyarakat yang kreatif, bahkan kreatif untuk mencari celah dari peraturan.
Ia menegaskan, jika kedua kelebihan tersebut dapat saling ditukarkan dan masuk dalam sistem makna kehidupan, maka akan tercipta hubungan yang baik antarkedua negara.
“Malaysia menempatkan Indonesia sebagai manusia seutuhnya dan begitu pula dengan Indonesia memandang Malaysia untuk kemudian saling menghargai sehingga akhirnya berubah saling mencintai,” kata Abrar yang menyebutkan bahwa cinta adalah pengakuan tertinggi antarmanusia.
Diposting oleh denis di 07.01 0 komentar