CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Minggu, 05 April 2009

Sudharmono

Bersama Pak Harto Sampai Akhir




Letnan Jenderal (Purn) Sudharmono SH, Wakil Presiden Kabinet Pembangunan V (11 Maret 1988-11 Maret 1993), meninggal dunia di Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre (MMC), Kuningan, Jakarta, Rabu 25 Januari 2006 pukul 19.40. Tokoh kelahiran Gresik, Jawa Timur, 12 Maret 1927 yang menjabat Menteri Sekretaris Negara tiga kali berturut-turut (1978-1988), itu meninggal akibat infeksi paru dan komplikasi penyakit lain.

Dia menderita infeksi paru, disusul sejumlah komplikasi. Sebelumnya jenderal pekerja keras itu beberapa lama dirawat di Singapura. Setahun sebelumnya juga menjalani perawatan di Jepang. Saat itu, almarhum dinyatakan mengalami gejala parkinson.

Saat-saat terakhir di unit perawatan intensif RS MMC, Ny Emma Norma Sudharmono, dengan kursi roda, bersama seluruh anggota keluarga menungguinya. Kemudian jenazah disemayamkan di kediaman Jalan Senopati 44B. Sejumlah tokoh datang melayat, di antaranya mantan Persiden Soeharto.

Menurut Zaenal Abidin, sekretaris pribadi Pak Dhar, keluarga menghendaki almarhum dimakamkan sebelum (shalat) dzuhur atau sekitar pukul 10.00, Kamis 26 Januari 2006. Direncanakan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan bertindak sebagai inspektur upacara pemakaman.

Setelah tidak aktif di pemerintahan, Sudharmono selalu setia bekerja bersama Pak Harto. Dia dipercaya mengordinir tujuh yayasan yang didirikan Pak Harto, yakni Dharmais, Supersemar, Dakap, Damandiri, Amal Bhakti Muslim Pancasila, Gotong Royong, dan Trikora.

Bangkit Bersama Pak Harto

Wakil Presiden Republik Indonesia ke-5 periode 1988-1993, ini cukup lama mendampingi Presiden Soeharto saat berkuasa sampai sesudah lengser, baik sebagai Menteri Negara Sekretaris Negara dan Wakil Presiden maupun Koordinator Yayasan-yayasan yang didirikan Pak Harto. Pak Dar, panggilan akrabnya, terpilih menjadi Wapres setelah berhasil memimpin DPP Golkar dengan kemenangan mutlak pada Pemilu 1987.

Pria bertubuh ceking dan enerjik ini, masih tampak bugar pada usia tuanya. Lulusan Akademi Hukum Militer (1956) kelahiran Gresik, Jawa Timur, 12 Maret 1927, masih aktif mengorganisir kegiatan yayasan-yayasan yang didirikan Pak Harto. Sejak muda, di tengah kesibukannya, dia gemar berolahraga, telah menjadi salah satu penyebab kebugarannya.

Pada periodenya sebagai Wapres, dia membentuk Tromol Pos 5000 sebagai sarana pengawasan masyarakat. Selain itu dia memulai kunjungan kerja Wakil Presiden RI ke tiap Propinsi, serta ke Departemen, Kantor Negara dan Lembaga Departemen Non Pemerintah. Pada periode ini juga Rapat Koordinasi Pengawasan diselenggarakan setiap tahun.

Saat pemilihan Wakil Presiden pada Sidang Umum MPR Maret 1988, sempat terjadi ketegangan antara yang menjagokan Sudharmono dan Try Sutrisno. Sudharmono yang saat itu menjabat Mensesneg merangkap Ketua Umum DPP Golkar dijagokan Golongan Karya unsur sipil (jalur G) dan birokarasi (jalur B). Sementara Jenderal TNI Try yang menjabat Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pangab), dijagokan Golongan Karya unsur militer (jalur A) yang dimotori Menkopolkam LB Moerdani.

Masing-masing, punya kepentingan dalam kancah politik nasional. Puncaknya, Sudharmono malah dituduh terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI). Namun, tuduhan itu ditepis. Presiden Soeharto akhirnya menunjuk Sudharmono untuk dipilih MPR jadi wakil presiden.

Saat itu, orang-orang yang dianggap "tak bersih lingkungan" di instansi pemerintahan diberhentikan. Ibarat epidemi, orang-orang media pun tak luput dari serangan. Harmoko, menteri penerangan ketika itu, gencar mengampanyekan "bersih diri" dan "bersih lingkungan." Pernyataan resminya dikutip koran-koran, "Ada PKI dalam tubuh pers kita." Momok komunisme terus dihidupkan.

Terpilihnya Sudharmono jadi Wakil Presiden tak terlepas dari keberhasilannya memimpin DPP Golongan Karya. Pada periode kepemimpinannya, Golkar makin mendominasi (mayoritas mutlak) politik Indonesia dengan meraih suara 72 persen pada Pemilu 1997.

Sudharmono terpilih menjadi ketua Umum DPP Golkar periode 1983-1988 pada Musyawarah Nasional III Golongan Karya (Golkar), Oktober 1983. Dia menggantikan Amir Moertono.

Tak salah bila disebut bahwa dia orang kepercayaan Pak Harto. Sangat lama dia mendampingi Presiden Soeharto. Jabatan sekretaris negara, yang kemudian menjadi Menteri Sekretaris Negara, dipercayakan padanya sejak 1970 hingga tahun 1988, sampai menjadi Wakil Presiden.

Dia benar-benar bangkit sejak kebangkitan Orde Baru. Tuduhan keterlibatannya dalam organisasi PKI, dinilai beberapa pihak tak beralasan. Sebab, konon pada 12 Maret 1966, sehari setelah keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1988, bahwa Sudharmono yang ketika itu mengetuai Tim Operasionil Pusat Gabungan-V Komando Operasi Tertinggi (Koti) bahkan memerintahkan pengetikan naskah yang menyatakan PKI sebagai partai terlarang.

Sebagai militer, suami dari Emma Norma dan ayah tiga anak, ini memulai kiprahnya sejak zaman Perang Kemerdekaan, di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dia bergabung dengan Divisi Ronggolawe berpangkat kapten. Seusai perang, Pak Dhar menimba ilmu di Perguruan Tinggi Hukum Militer (PTHM), hingga meraih gelar Sarjana Hukum. Setelah itu, dia sempat bertugas sebagai jaksa tentara. ?e-ti/crs, dari berbagai sumber

0 komentar: